Sep 17, 2013

Mari Introspeksi dan Perbaiki Diri

Banyak orang Indonesia yang mengelu-elukan Jepang sebagai negara yang maju dalam peradaban maupun teknologinya. Namun, banyak juga orang yang sangat cintanya terhadap Indonesia, sangat marah ketika membaca atau mendengar orang-orang yang memuji maupun memuja nama negara lain. Saya adalah orang yang berada di antaranya, saya sangat mengagumi Jepang, namun di sisi lain saya juga sangat mencintai Indonesia. Sebenarnya apa yang terjadi di Indonesia adalah cerminan dari masyarakatnya sendiri. Orang Indonesia senang sekali menyalahkan pemerintahnya karena korupsi, karena kebijakan yang tidak pro-rakyat, karena hukum yang tidak adil, karena presidennya lamban, dll. Tapi apakah mereka sadar itulah cerminan dari kita, orang-orang Indonesia sebagian besar. Apakah kita sudah tegas kepada diri kita untuk tidak merampas sesuatu yang bukan milik kita sekecil apa pun itu? Apakah kita sudah berlaku adil dan jujur kepada lingkungan sosial kita dalam hal apa pun?

Untuk orang yang pernah datang, berkunjung, menetap dalam waktu yang cukup lama di Jepang, pasti akan merasakan bahwa masyarakat Jepang sudah sangat dewasa dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Ketegasan hukum dan sangsi pelanggaran peraturan memang sangat tinggi, tapi mereka taat terhadap peraturan bukan karena itu, melainkan karena mereka memang sadar dan mau diatur. Mereka sadar kalau peraturan itu ada untuk mengatur hal yang belum teratur. Contoh kecilnya begini, ketika ada ruang kecil di sela bangunan yang kotor dan bersampah, untuk mengatasinya sangat mudah di Jepang. Anda tinggal pasang papan pengumuman bahwa di sekitar ruang itu dilarang membuang sampah, beberapa hari berikutnya pasti ruang itu bersih dari sampah. Mereka tidak mau terlihat aneh, mereka tidak mau dibilang tak tahu peraturan, mereka takut terlalu berbeda, mereka malu ketika melanggar hukum dan norma.

Mari kita introspeksi diri kita sebagai warga Indonesia. Beberapa waktu lalu, muncul pemimpin maupun pejabat pemerintahan yang pro rakyat seperti Jokowi-Ahok di Jakarta, Tri Rismamaharini di Surabaya, dan beberapa di daerah lain juga, itu menunjukkan pula bahwa masyarakat sudah pintar, masyarakat sudah semakin dewasa hingga lahirlah tokoh-tokoh yang bekerja dengan jujur dan sepenuh hati untuk kepentingan rakyat, bukan hanya memperkaya diri dan golongan. Dengan tegas terhadap sendiri, tepat waktu terhadap jadwal yang kita buat sendiri, memenuhi janji yang kita buat sendiri, percayalah hal itu akan merubah negara kita.

Negara kita adalah negara yang besar, jika kita tidak berjiwa besar maka sia-sialah perjuangan para pahlwan mempersatukan NKRI. NKRI harga mati, kita, masyarakat biasa ini pasti bisa meruntuhkan energi-energi negatif dari para penggerogot persatuan bangsa. Adanya anarkisme dan idealisme sempit dari ormas-ormas yang mengaku beragama itu juga merupakan cerminan dari masyarakat kita. Apakah kita sudah sangat dewasa menghadapi perbedaan? Apakah kita sudah beribadah menurut keyakinan kita dengan benar dan tepat waktu? Janganlah kita berteriak-teriak dan menuduh orang anarkis kalau kita sendiri masih belum bisa mengendalikan emosi. Janganlah kita memaki koruptor kalau kita sendiri sering korupsi uang kantor dan jam kantor. Janganlah kita memaki mereka yang bekerja dan mengais rizki di negeri orang jika kita sendiri tidak mau pulang ke daerah membangun daerah kita masing-masing dengan potensi yang ada.

Kita harus bangkit menjadi bangsa yang lebih beradab dari sebelumnya, karena sebenarnya sejak dari dulu kita punya peradaban yang sangat tinggi. Jika kita melihat ketidakadilan, beranilah, beranilah untuk memperjuangkan keadilan. Jika kita melihat pengendara motor merampas hak pejalan kaki, beranilah menghentikan mereka para pemotor yang masih primitif. Jika kita masih mengendarai mobil pribadi kemudian macet berjam-jam, sadarlah bahwa kita juga bagian dari penyumbang kemacetan itu. Jika satu orang bisa tegas terhadap dirinya sendiri, bayangkan setengah saja dari 300 juta rakyat Indonesia melakukan hal yang sama, pasti akan memberi perubahan yang besar bagi Ibu Pertiwi.

Intinya, bangsa kita adalah diri kita sendiri. Jangan malu mengakui kesalahan dan segera memperbaikinya. Hormatilah diri sendiri jika ingin dihormati. Jepang membangunkan rasa cinta saya terhadap tanah air dari tidur yang panjang. Tinggal di Jepang memang nyaman, tapi ini negara orang lain. Bagaimana pun juga tinggal di negara sendiri itu paling nyaman, jadi mari kita ubah negara kita menjadi nyaman. Stop menyalahkan pemerintah, karena pemerintah memang sudah jelas selalu salah. Kita, bangsa Indonesia, di mana pun berada harus satu visi, satu misi, yaitu memajukan Indonesia di segala bidang.

I love my parents, I love Indonesia.


Dec 18, 2010

Arti Nama Didit Novianto -ku



Untuk beberapa orang mungkin tidak terlalu mempedulikan arti nama mereka, tak perlu berpikir terlalu dalam apa makna nama itu untuk setiap tindakan dan ucapannya. Tapi bagiku, nama bukan hanya identitas, nama mengandung semangat, karakter, image, sejarah, dan lain sebagainya. Banyak orang tua yang tidak berpikir terlalu jauh untuk memberi nama anaknya, asal keren, asal enak untuk dipanggil. Mungkin termasuk orang tuaku juga, mereka kurang tahu menahu tentang arti sebuah nama. Ya, orang tuaku kurang memiliki kepekaan memang dalam hal itu, tapi setelah aku telusuri ada makna tersendiri dari namaku, Didit Novianto.
Sekilas, orang yang baru mengenal akan menyimpulkan bahwa aku lahir di bulan November. Bukan. Aku lahir di hari ke empat di bulan Maret. Mari aku jelaskan. Didit Novianto terdiri dari dua suku kata. Pertama aku bahas Didit. Nama Didit akan sulit anda temui di belahan dunia mana pun, entah kenapa, tapi banyak sekali anda jumpai di nama-nama orang Indonesia. Tapi ternyata dalam kamus Indonesia, Didit tidak mempunyai makna apa-apa. Didit berasal dari bahasa Inggris, did it, yang pada tahun 1800an sempat mengekspansi negara kita . Did it merupakan bentuk lampau dari do it. Jika seseorang berkata do it, bisa berarti itu sebuah ajakan, perintah, atau keinginan orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Tapi did it adalah bentuk lampau (past tense), yang bermakna telah selesai melakukan atau mengerjakan sesuatu. Makna Didit adalah seseorang yang telah melakukan atau sudah selesai dengan pekerjaannya, finish, done, sudah berlalu. Nama ini tidak begitu bermakna ketika berdiri sendiri, kata Novianto yang akan menjelaskan. Novianto berasal dari nama bulan, November. "November adalah bulan kesebelas tahun dalam Kalender Gregorian. Kata ini diambil dari Bahasa Belanda yang mengambil dari bahasa Latin; novemyang berarti "sembilan" karena dahulu kala tahun bermula pada bulan Maret. Bulan ini memiliki 30 hari. Variasi pengejaan non-baku yang kadang-kadang dipakai adalah "Nopember"-wikipedia. Angka 9 memiliki makna yang tinggi, 9 merupakan bilangan terbesar dalam angka satuan, 0 adalah terkecil, diikuti 1, 2, dan seterusnya. 9 berarti nilai sempurna dalam suatu hal (walaupun sekolah kita mengajarkan 10 angka yang sempurna).Novianto memiliki arti seseorang yang selalu menempatkan diri dalam posisi yang sempurna, berusaha meraih nilai tertinggi dalam segala hal, perfect, tinggi, besar. Didit Novianto berarti seseorang yang telah melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, se perfect mungkin. Makna ini terkadang terasa berat untuk aku sandang, karena aku belum bisa meraih itu. Tapi aku manusia yang mengusahakan untuk mendekati kesempurnaan, berusaha meraih nilai paling tinggi dalam melakukan segala hal baik. Jika aku menginginkan hasil yang baik, past tense yang baik, maka aku harus berusaha saat ini juga, karena segala sesuatu yang telah terjadi akan sulit untuk diubah. Mungkin karena did it itulah, aku orang yang sulit melupakan masa lalu, itu kejelekanku.
Namaku Didit Novianto, aku harus bertanggung jawab dengan nama yang aku sandang ini. Nama yang memberiku semangat, memberi orang yang memanggilku image, memberiku karakter yang kuat. Jadi apa makna dari nama kamu? ;)